Jembatan Kutai Kartanegara yang runtuh sebagian terendam air (ANTARA/Amirullah)
Perasaan Saleh Hakim tak karuan. Dengan ragu, dia menjalankan mobilnya, menembus kerumunan mobil dan motor, melintasi Jembatan Kutai Kartanegara yang tiap hari ia lewati. Ada sesuatu yang menurutnya aneh pada sore itu, Sabtu, 26 November 2011. Ada kesibukan yang tak biasa di sekitar jembatan. Antrean kendaraan mengular.
“Jembatan sepertinya miring ke kiri,” kata Saleh, menceritakan pengalaman mengerikan itu kepada
VIVAnews.com.
Dan benar saja. Sesaat setelah ia melewati jembatan, firasatnya terbukti. Tiba-tiba, “Tarr… tarrr… tarrr… braaaaakkkk!”
Clamp atau pengait jembatan lepas, disusul gemuruh benda berat yang ambruk. Suaranya luar biasa keras. Mobil yang dikendarai Saleh bergetar hebat. “Gemuruh air terdengar seperti tsunami saat jembatan runtuh. Percikan air muncrat hingga ke jalan raya,” kata dia.
Teriak histeris menyaingi gemuruh air. Orang-orang menjerit minta tolong, memanggil nama Sang Maha Kuasa. Seruan takbir terdengar silih berganti. Orang panik berlarian dari mobil dan mencoba menjauhi jembatan.
Demikian juga dengan Saleh. Dia keluar mobil dan berlari sejauh mungkin, sebisa-bisanya. Selepas jembatan, dia jatuh terduduk di pinggir jalan. Lututnya lemas. Setelah tenang, “Saya telepon polisi, mengabarkan jembatan runtuh.”
Saleh mengaku tak tahu pasti berapa kendaraan dan orang yang tercebur saat jembatan ambruk ke Sungai Mahakam. Yang jelas, menurut dia, waktu itu kondisi jembatan macet dan kontraktor yang melakukan perbaikan menggunakan sistem buka tutup jalan.
Di tempat terpisah, dengan mata dibayangi trauma, Hasyim menceritakan mimpi buruk yang sama, pada detik-detik saat jembatan gantung terpanjang di Indonesia itu runtuh.
Kala petaka itu datang, dia berada persis di atas jembatan. Sore itu, dia yang bekerja di Tenggarong hendak pulang ke rumahnya di Tenggarong Seberang. Tiba-tiba, tanpa peringatan, jembatan runtuh. Hasyim jatuh bersama motor yang dikendarainya.
Kejadian itu begitu cepat. Saat tersadar, dia sudah berada di dalam air. Tubuhnya terasa berat, dibebani sepatu dan tas yang melekat basah di punggungnya.
Dicekik panik, Hasyim berusaha tetap tenang. Bibirnya komat-kamit melantunkan zikir, sembari terus berusaha mengapung. Dan itu tak mudah. Gelombang air akibat puing jembatan yang berjatuhan terus menghantam dan menenggelamkannya hingga dua kali.
Syukurlah, pertolongan datang.
Sebuah ban serep mengapung di dekatnya, menyelamatkan nyawanya sampai sebuah perahu penolong mendekat. Orang di atas perahu berteriak memanggil Hasyim dan memintanya naik.
Hasyim menolak. Dia melihat ada seorang wanita yang mengapung kepayahan tak jauh dari tempatnya. “Saya merasa sudah selamat karena berpegangan ke ban. Tapi, wanita di dekat saya nyaris tenggelam,” ujarnya.
Orang di perahu menyelamatkan si wanita terlebih dulu, lalu giliran menolongnya.
Baru 10 tahun
Jembatan Kutai didesain mirip Golden Gate, salah satu ikon Amerika Serikat yang terletak di San Francisco. Kalah panjang memang. Panjang jembatan di atas Sungai Mahakam ini “cuma” 710 meter, tak ada apa-apanya dibanding Golden Gate yang membentang sepanjang 2,7 kilometer. Tapi, nasib keduanya sungguh bertolak belakang. Usia Jembatan Kutai tak mampu mencapai usia 74 tahun seperti halnya Golden Gate.
Itulah yang membuat orang terheran-heran. Bagaimana bisa jembatan yang baru berusia 10 tahun ini ambruk dan hanya menyisakan dua tiang yang tak lagi tegak?
Polisi pun turun tangan. Penyelidikan digelar. Saksi-saksi dipanggil untuk dimintai keterangan, termasuk pihak-pihak terkait.
Apa saja yang didapat investigasi polisi? Kapolda Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Bambang Widaryatmo tak mau menjelaskan secara detil. “Tunggu saja, penelusuran masih dilakukan,” katanya kepada
VIVAnews.com.
Meski begitu, Kapolda secara gamblang menyebut ada unsur kelalaian dalam bencana ini. Tapi, kesimpulan final belum bisa ditarik sampai pemeriksaan selesai dilakukan. “Semuanya masih saksi, belum ada peningkatan status,” kata Bambang membeberkan perkembangan terakhir penyelidikan kasus ini.
Di Mabes Polri, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol. Boy Rafli Amar mengatakan penyelidikan polisi belum sampai pada kesimpulan telah terjadi pelanggaran hukum. “Sementara ini masih dalam proses analisis sejauh mana bisa runtuh,” kata dia.
Boy menerangkan kepolisian masih memeriksa keterangan para saksi, mulai dari pihak yang merawat jembatan, kontraktor--baik perencana, pelaksana, dan pengawas--juga warga masyarakat. Dari mereka, polisi berharap bisa mengungkap fakta penting di balik robohnya jembatan.
Meski belum ada informasi pasti, muncul banyak dugaan tentang apa yang jadi penyebab.
Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, misalnya, menuding kontraktor yang tidak menutup jembatan saat kejadian. Padahal, mereka semula menyatakan akan melakukannya selama 21 hari proses perbaikan jembatan dilakukan. Yang terjadi, masih kata Bupati, jembatan dibiarkan dilalui kendaraan. Buntutnya, arus lalu lintas yang padat dan bertumpu hanya di satu sisi jalan tak sebanding dengan kapasitas jembatan.
Rita, putri Syaukani Hassan Rais--bupati terdahulu yang meresmikan jembatan tersebut--mengaku tak tahu menahu proses pembangunan Jembatan Kutai Kartanegara. Pengakuan itu dia sampaikan usai rapat dengar pendapat dengan Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Kamis malam, 1 Desember. "Saya tak mempelajarinya sejak awal, tapi cuma tahu bahwa jembatan ini harus dirawat," ujarnya.
Tak cuma terhadap kontraktor, Rita juga menuding kebijakan pemerintah pusat ikut jadi penyebab. Dia menyesalkan keputusan pemerintah pusat yang mencabut izin Pemda Kabupaten Kukar menarik retribusi dari warga yang melintas. "Kami sebetulnya kecewa dengan pemerintah pusat karena dicabutnya retribusi yang Rp1.000 itu. Itu mengurangi pendapatan asli daerah kami. Padahal, dengan itu kami bisa mendapat biaya perawatan," katanya.
Biaya perawatan jembatan, menurut Rita bisa mencapai Rp30 miliar per tahun.
Seratus tahun
Tak hanya soal mekanisme perawatan, tanda tanya besar juga muncul dari pembangunan jembatan yang menelan dana tak sedikit, sekitar Rp150 miliar. Kecurigaan soal ini antara lain dilontarkan Ketua DPP Bidang Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin.
“Mungkin saja terjadi sesuatu pada pembangunan Jembatan Kutai Kartanegara,” kata dia. “Mengingat usia jembatan yang hanya 10 tahun saja sudah ambruk, sementara idealnya usia jembatan semacam ini minimal 100 tahun.”
Namun, PT Hutama Karya sebagai kontraktor utama jembatan membantah tudingan itu.
Direktur Utama PT Hutama Karya Tri Widjajanto Joedosastro juga menjawab pernyataan anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDIP, Rendy Lamadjido, tentang ditemukan adanya pergeseran ujung atas tiang (
pylon) jembatan. Dari tahun 2001, kata Rendy,
pylon ternyata bergeser 8 sampai 10 sentimeter.
Tri Widjajanto mengaku belum pernah mendapat laporan soal pergeseran itu. Dia mengatakan, dalam mengerjakan proyek, pihaknya selalu memegang kaidah sesuai yang dipesankan dalam kontrak. "Proyek ini
zero accident,” katanya, lagi.
Menurut dia, dalam membangun jembatan gantung seperti Jembatan Kutai Kartanegara, prinsip keseimbangan selalu dijaga pihaknya secermat mungkin. "Agar tidak terjadi konsentrasi gaya pada titik tertentu," ujarnya. Selain itu, kabel utama yang digunakan pun diimpor dari Kanada, sedangkan kabel
hanger didatangkan dari Austria. "Rangkanya dari sumbangan Kementerian PU sebesar Rp11 miliar," ujarnya.
Klarifikasi juga datang dari PT Perentjana Djaja, konsultan perencana proyek pembangunan jembatan. Direktur utamanya, Bambang Wiyanto, menduga putusnya buhul jembatan dikarenakan adanya efek kejut, bukan karena proses pembangunan yang tak beres.
Menurut Bambang, proses pembangunan jembatan sudah memenuhi semua tes yang disyaratkan. "Salah satunya soal kabel
hanger. Apabila dalam proses
maintenance kabel
hanger diganti satu, itu sudah diperhitungkan cukup kuat untuk menahan beban lainnya," kata dia dalam rapat dengar pendapat yang sama dengan Komisi V DPR RI. "Prosesnya dari tahun 1994 sampai 1996. Kami juga mengadakan uji di Australia. Modelnya sudah diuji di sana."
Menjawab tudingan ke arahnya, PT Bukaka Teknik Utama Tbk yang ditunjuk melakukan perawatan jembataan, menegaskan saat jembatan ambruk mereka sama sekali belum melangsungkan pekerjaan pemeliharaan dan baru sebatas tahap persiapan.
"Bukan membela diri, pada saat kami sedang melakukan persiapan, belum memulai perawatan, jembatan itu ambruk,” kata Irsal Kamaruddin, Presiden Direktur Bukaka.
Soal tudingan Bupati bahwa jembatan ambruk antara lain karena pihaknya lalai tidak menutup jembatan, Irsal mengatakan, “Walaupun kala itu arus lalu lintas terkonsentrasi di satu sisi, sebenarnya kalau jembatannya normal, tidak masalah.”
Dia menambahkan, pada umumnya jembatan dibangun dengan kapasitas bisa menahan beban penuh. Jadi, seandainya ada kemacetan, jembatan tak bakal ambruk. “Mengenai ada beban yang berpindah ke satu arah juga tidak akan berpengaruh, bila jembatan didesain baik,” dia berargumen.
Dia juga membantah pernyataan Bupati pihaknya pernah menyatakan akan menutup jembatan selama 21 hari selama proses perawatan. “Penutupan cukup dilakukan saat pengencangan saja. Cuma sekitar 30 menit,” katanya.
Gagal geser
Hingga saat ini, investigasi penyebab robohnya Jembatan Kutai Kartanegara masih dilakukan. Hasil pastinya belum ada. Namun, tim Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tiba di lokasi sehari setelah kejadian telah membeberkan temuan sementaranya.
Nur Ilham, salah satu anggota tim peneliti, mengungkapkan ada banyak rumor yang berkembang di masyarakat: bahwa sebelum runtuh jembatan ditabrak kapal tongkang atau bahwa jembatan tidak mampu menahan beban yang melebih kapasitas.
Namun, katanya di kampus UGM, Yogyakarta, Jumat, 2 Desember 2011, “Kami memotret fakta di lapangan. Yang jelas, kabel utama yang diimpor dari Kanada tidak apa-apa. Kabel penggantung dari Austria juga tidak masalah. Namun, baut dan mur mengalami gagal geser. Mur dan baut pada sambungan tersebut adalah besi tua hasil produksi lokal yang sudah menghitam dan retak.”
Ketua tim investigasi UGM Profesor Bambang Suhendro mengatakan ada indikasi jembatan runtuh karena mengalami degradasi sehingga tak memenuhi syarat lagi. Dia mengatakan, menjelang runtuh, komponen kabel utama,
hanger, rangka jembatan,
pylon, fondasi, dan angkur blok masih berfungsi baik.
"Satu-satunya komponen vital yang diduga kuat mengawali atau memicu keruntuhan adalah sistem sambungan antara kabel utama dengan
hanger (kabel penggantung)," kata dia.
Fakta juga menunjukkan klem masih utuh, namun baut dan mur mengalami gagal geser. "Gagal geser merupakan fenomena kegagalan material yang bersifat getas sehingga terjadi secara tiba-tiba tanpa diawali dengan gejala lendutan atau deformasi," dia menjelaskan.
Meski diakui masih perlu dibuktikan lebih lanjut, tim UGM mengajukan hipotesis penyebab gagal geser ini. "Perlu diingat, ada dua atau tiga saja sistem sambungan dari seluruh sambungan yang ada mengalami kelelahan bahan, maka efek domino keruntuhan akan terjadi," katanya.
Karena itu, tim UGM merekomendasikan agar reruntuhan jembatan Kutai Kartanegara dimuseumkan sebagai bahan pembelajaran buat semua.
(Laporan: Ronito Kartika Suryani, Hadi Suprapto l Jakarta; Syahrul Ansyari Ikram l Kutai Kertanegara; Juna Sanbawa l DIY l kd)
sumber: http://sorot.vivanews.com/news/read/269210-sorot-bagian-i-siapa-salah-di-kutai